
Peristiwa Palagan Palembang terjadi selama lima hari lima malam, dari tanggal 1 hingga 5 Januari 1947. Setelah di proklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Belanda kemudian ingin kembali menguasai wilayah Indonesia. Ketika itu kedatangan Belanda yang dipimpin oleh Van Mook berkeinginan untuk melucuti senjata Jepang dan mengumumkan mengenai konsep negara Indonesia. Kemudian pada 12 Oktober 1945, pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Carmichael bersama pasukan Belandamendarat di Palembang. Belanda diperbolehkan untuk melewati jalanan dari jalur kamp hingga ke daerah Pelabuhan Boom Baru. Namun kemudian wilayah dari Belanda tersebut semakin meluas karena semakin banyaknya orang-orang pasukan bersenjata Belanda di Palembang. Berjalannya waktu Belanda mulai melakukan provokasi, dan juga mulai berani untuk menggeledah rumah-rumah rakyat yang dicurigai memiliki atau menyimpan senjata di rumah mereka. Dari hal tersebut kemudian situasi kondisi di Palembang mulai adanya ketegangan diantara pihak para pemuda dengan tentara Belanda ataupun Sekutu.
Pada Maret 1946 kekuatan Sekutu dan Belanda semakin bertambah hingga mencapai dua batalyon. Meningkatnya jumlah pasukan Belanda yang masuk ke Palembang disebabkan karena dilindungi oleh pasukan Sekutu dengan misi hukum internasional. Pada tanggal 24 Oktober 1946, kekuasaan militer di Palembang berpindah dari tangan Sekutu ke Belanda. Sejak saat itu, insiden antara tentara Belanda dan pejuang di Palembang semakin sering terjadi. Sekitar pukul 5 pagi tanggal 1 Januari 1957, Belanda melanggar garis demarkasi sehingga menimbulkan insiden di daerah Ilir. Hal ini memicu serangkaian pertempuran yang berlangsung selama lima hari, yang dikenal dengan Perang Lima Hari Lima Malam di Palembang. Pada pagi pertama pergantian tahun 1947, mobil jeep dipadati tentara Belanda. Ada di antara mereka yang melepaskan tembakan, ada pula yang berhenti di simpang empat Masjid Raya Palembang sambil menyerang gedung markas pasukan perjuangan berada.
Pertempuran tanggal 1 Januari 1947 berhenti sementara pada pukul 3 sore dimana adanya imbauan Komandan Divisi II TRI Kolonel Bambang Utoyo dan Gubernur Isa. Perang berhenti ketika Indonesia dan Belanda mencapai kesepakatan gencatan senjata. Namun, satu jam setelah perjanjian tersebut berlaku, Belanda justru mengerahkan dua jet tempur B-52 Mitcel untuk mengawal kereta lapis baja yang membawa amunisi. Tindakan Belanda ini dianggap sebagai provokasi dan pertempuran pun kembali terjadi. Pada hari kedua dan ketiga, Belanda kembali menyerang pusat pertahanan republik di kawasan Masjid Agung Palembang. Serangan tersebut berhasil dihalau oleh pasukan Batalyon Geni dan beberapa pasukan. Bala bantuan Belanda tiba namun disergap oleh pasukan yang dipimpin oleh Lettu Wahid Luddien. Pertempuran berlanjut di pusat kota Palembang, menyebabkan kerusakan parah. Pada hari keempat, Lampung memberikan bantuan kepada pejuang Palembang di bawah pimpinan Mayor Noerdin Pandji, begitu pula dari Lahat di bawah pimpinan Letjen Harun Sohar. Namun karena persenjataan Belanda yang lebih canggih dan modern, pasukan Republik yang amunisi dan cadangan logistiknya mulai menipis, akhirnya kewalahan dan akhirnya terpaksa mundur menuju hari kelima.

Setelah lima hari pertempuran sengit di Kota Palembang, para pemimpin sipil dan militer dari kedua belah pihak mengadakan pertemuan untuk membahas gencatan senjata. Pihak Indonesia mengirimkan Adnan Kapao (A.K.)Gani, mantan Residen Sumatera Selatan yang saat itu menjabat Menteri Kemakmuran pada kabinet Sjahrir III, untuk berunding dengan Belanda. Perundingan gencatan senjata tersebut menghasilkan kesepakatan: angkatan bersenjata (militer), pasukan tempur dan badan perjuangan Indonesia harus mundur 20 kilometer dari titik 0 kilometer di pusat kota Palembang, kemudian pemerintahan sipil di bawah Gubernur M. Isa serta kepolisian dan angkatan laut di bawah Komandan Resimen Mayor A.R Saroinson tetap berada di Palembang. Belanda hanya diperbolehkan mendirikan pos militer dalam jarak 14 kilometer dari pusat kota. Gencatan senjata mulai berlaku pada pukul 00.00 waktu setempat pada tanggal 6 Januari 1947, dan penarikan pasukan kemudian dimulai pada pukul 06.00. Perjanjian gencatan senjata antara pemerintah Indonesia dan Belanda kemudian mengakhiri pertempuran lima hari lima malam di Palembang. (Krisnanda Jyoti Sri Santhi)
Sumber Referensi :
Dinas Sejarah Angkatan Darat, 2012, Palagan Palembang: Pertempuran Lima Hari Lima Malam Wong Kito Galo.
Syamsul Dwi Maarif, Sejarah Pertempuran 5 Hari Palembang: Awal, Kronologi, Akhir Perang, diakses dari https://tirto.id/sejarah-pertempuran-5-hari-palembang-awal-kronologi-akhir-perang-giLmM