
Beberapa anggota Tenaga Palang Merah Khusus sedang menyiapkan obat-obatan guna keperluan perang di garis depan.
Kesiapan dan tekat untuk mengusir penjajah dari muka bumi Nusantara ini khusunya Surabaya tidak hanya dimiliki oleh para pemuda atau kaum laki-laki saja, tetapi dimiliki oleh para wanita: ibu rumah tangga dan para pennudi-pemudinya (PPRI), walaupun tidak terjun ke medan pertempuran, tetapi peran mereka dalam menyiapkan logistik untuk para pejuang sangat dibutuhkan. Sejak terjadinya perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang, beberapa kelompok wanita mengambil inisiatif untuk melakukan kegiatan yangmendukung kegiatan-kegiatan itu. Terutama dalam pengadaan makanan dan minuman bagi para pemuda-pemuda yang berjuang Inisiatif unuk menyelenggarakan dapur umum ibu-ibu dibantu oleh pemudi-pemudi yang secara suka rela menyumbangkan tenaganya bergiliran untuk masak dan melayani para pemuda yang datang untuk makan. Selain tersedia dapur umum tersebut, rakyat Surabaya juga secara suka rela menyiapkan makanan dan minuman bahkanrokok disetiap tempat serta gang-gang.
Para pemudi yang tergabung dalam Pemuda Putri Republik Indonesia atau PPRI kuga sangat berperan dalam membantu perjuangan rakyat di medan pertempuran. PPRI dibentuk pada tanggal 11 November 1944, adanya organisasi tersebut merupakan bukti nyata perempuan ikut berperan serta dalam pertempuran di Surabaya melawan penjajah. Para perempuan di sana mengikuti pelatihan ketentaraandan P3K yang di laksanakan di daerah Embong Sawo. PPRI juga difokuskan untuk membantu usaha perjuangan dari garis belakang pertempuran dan juga garis depan pertempuran, terutama di bidang kesehatan pejuang, kurir informasi, pendirian dapur umum, sebagai penyalur informasi bagi pejuang, serta membantu para pengungsi perang. Saat menjelang peristiwa palagan Surabaya, secara tiba tiba PPRI membentuk Tenaga Palang Merah Khusus yg tujuannya untuk membantu mengurus korban dalam pertempuran garis depan dan kemudian diangkut ke pos-pos Palang Merahatau ke Rumah Sakit terdekat. Tugas PPRI yang lain seperti membagi makanan yang diambil dari kampung-kampung, maupun sumbangan yang diterima dariluar kota, untuk diteruskan kepadapejuang di garis depan daerahpertempuran. Selain itu, mereka juga bertugas sebagai pengintai bahkan menggerakkan sabotase terhadap musuh. Ada juga beberapa Anggota PPRI yang membantu Markas Besar PRI sebagai caraka dan penyelidik dalam tugasmembantu TKR, yaitu menyusup sebagai mata-mata di wilayah musuh dan daerahpertempuran pada waktu itu melawanSekutu. Banyak juga diantara merekayang langsung bergabung di markas-markas perjuangan seperti BKR, TKR, BPRI (Barisan Pemberontak Republik Indonesia), Hisbullah, dan lain-lain.

Suasana RS pada pertempuran 10 November dimana seorang perawat sedang mengobati korban perang dan beberapa pejuang ditandu karena luka-luka akibat serangan sekutu.
Saat di garis depan medan pertempuran, Sekutu masih memborbardir Surabaya dari darat, laut dan udara. Di bawah dentuman meriam dan desingan peluru mitraliyur, para anggota PPRI menolong para korban, sambil berhenti berlindung karenaserangan musuh dari udara. Korban yangmasih hidup dimasukkan ke truk. Ada beberapa truk yang digunakan untuk dapat dengan segera mengangkut korban ke Rumah Sakit terdekat. Namun situasi sangat genting karena musuh tidak memberi kesempatan untuk mengevakuasi semua korban pejuang Indonesia. Dalam serangan umum ini, tidak kurang 350 bunga bangsa dari seluruh sektor berguguran, serta banyak korban yang harus dirawat di Rumah Sakit sekitar kota Surabaya. Begitu heroiknya para pejuang wanita ini, dengan semaangat keberanian dan cinta tanah air mereka rela mengorbankan apapun bahkan nyawa demi tetap mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia ini.
Penulis: Rahmad Avendy
Daftar Pustaka
Irna H.N. 1992. Lahirnya Kelaskaran Wanita Dan Wirawati Catur Panca. Jakarta:Yayasan Wirawati Catur Panca.
Nugroho Notosusanto. 1985.Pertempuran Surabaya.Jakarta: Mutiara Sumber Widya.