
Foto: Palagan Ambarawa koleksi Museum TNI AD Dharma Wiratama ( Dok: Cipta Dewi Adicandra)
Membangun dan membenahi tatanan negara bukanlah hal yang mudah dan dapat dilaksanakan secara cepat. Setelah berhasil mencapai kemerdekaan, Indonesia masih dalam kondisi yang tidak kondusif, termasuk dalam hal keamanan negara. Pertempuran-pertempuran melawan kolonial masih terjadi di beberapa wilayah. Salah satu pertempuran tersebut ialah Palagan Ambarawa yang terjadi pada tanggal 20 November hingga 15 Desember 1945. Pertempuran ini dipicu oleh kedatangan Sekutu yang diboncengi oleh NICA melakukan pembebasan dan mempersenjatai para tawanan perang di Jawa, termasuk Magelang dan Ambarawa, sebagai upaya untuk menguasai kembali Indonesia. Kedatangan Sekutu yang semula mengatakan akan bersikap netral dan datang untuk melucuti persenjataan Jepang kemudian menimbulkan kemarahan dari pihak Indonesia hingga terjadi peperangan.
Pertempuran melawan Sekutu (Inggris) di Ambarawa sendiri melibatkan pasukan-pasukan TKR yang dikirmkan dari beberapa wilayah sebagai pasukan bantuan, serta laskar-laskar perjuangan yang ikut serta dalam perlawanan tersebut. Medan pertempurannya terbagi menjadi empat sektor, yakni sektor utara, sektor selatan, sektor timur, dan sektor barat. Adapun salah satu tokoh penting dalam pertempuran ini ialah Soedirman. Kolonel Soedirman yang kala itu merupakan Panglima Divisi di Purwokerto (Komandan Divisi V) menggantikan Letnan Kolonel Isdiman yang telah gugur sebagai pimpinan pasukan dari Purwokerto. Kehadiran Soedirman sebagai pimpinan pasukan ini membawa kemajuan yang signifikan terhadap jalannya pertempuran.
Pada tanggal 11 Desember 1945, Soedirman mengambil kendali komando dan mengumpulkan para komandan sektor serta komandan laskar untuk membahas langkah-langkah yang akan ditempuh untuk membebaskan Ambarawa dari pendudukan Inggris. Soedirman pun merencanakan penyerangan dan pengepungan Pasukan Inggris yang kemudian direalisasikan pada esok harinya. Strategi tersebut disebut dengan Supit Urang, yakni penyerangan yang dilakukan dengan cara mengepung atau menjepit musuh dari arah kanan dan kiri, layaknya udang menjepit mangsanya. Penyerangan tersebut dilakukan secara serentak pada tanggal 12 Desember 1945 waktu dini hari, yakni pukul 04.30 dari semua sektor yang dipimpin oleh masing-masing komandan. Pasukan TKR pun berhasil mengepung Pasukan Inggris di Ambarawa serta memutus suplai logistik dan komunikasi pasukan induk Inggris.
Setelah beberapa hari dilakukannya pergerakan pengepungan dari berbagai penjuru, pada tanggal 15 Desember 1945 pertahanan Inggris di Benteng Willem berhasil dikepung dengan serangan mendadak, hingga mendesak Pasukan Inggris untuk mundur dan meninggalkan Ambarawa menuju ke Semarang. Hal tersebut menjadi titik keberhasilan perlawanan Pasukan TKR sekaligus mengakhiri peristiwa Palagan Ambarawa. Kemenangan Pasukan TKR di bawah komando Soedirman yang memiliki kemampuan dalam merancang taktik peperangan ini kemudian membangkitkan semangat juang para tentara di daerah-daerah. (Cipta Dewi Adicandra)
Referensi:
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Midaanzasari. (2011). Peranan Jenderal Soedirman pada Masa Revolusi Kemerdekaan 1945-1949. (Skripsi Sarjana, Universitas Sanatha Dharma).