Museum TNI AD
MUSEUM TNI AD
November 02, 2023

Perjuangan Rakyat Bali dalam mempertahankan kemerdekaan terbilang sangatlah heroik ditunjukkan dari beberapa peperangan yang terjadi seperti Puputan Margarana, Pertempuran di Selat Bali, Perang Gerilya I Gusti Ngurah Rai dan masih banyak lagi. Tahun 1946, Dewan Perjuangan RakyatIndonesia Sunda Kecil (DPRI) dibentuk. DPRI adalah wadah perjuangan para pemuda gerilya di masa Revolusi Fisik. Secara garis besar, perang gerilya yang dilakukan oleh Pasukan Gajah Merah bertujuan untuk menduduki semua daerah di Bali yang masih diduduki oleh NICA mulai dari Denpasar, Gianyar, dan seterusnya.

Foto: Diorama Puputan Margarana dan peta perjuangan gerilya Pasukan I Gusti Ngurah Rai di Museum TNI AD. Sumber: Rahmad Avendy.

Pada 11 Maret1946, NICA mengadakan perundingan denganpara pejabat pemerintahan Republik IndonesiaSunda Kecil di Singaraja yang berlanjut dengan penangkapan dan penurunan bendera Merah Putih. Bersamaan dengan itu barisan PemudaPembela Negara (PPN) bentukan Raja Gianyar,Ide Anak Agung Gde Agung, malah menyatakan bekerjasama dengan NICA. Situasi pun semakin genting, terlihat mulai 12 Maret 1946 terjadi perang gerilya secara seporadis terutama di daerah pegunungan.

Pada 10 April 1946, para gerilyawan melakukan serangan terhadap tangsi NICA di Kayumas, Denpasar. Serangan ini dipimpin oleh Mayor Gusti Bagus Sugianyar. Tentara NICA kemudian mengejar para gerilyawan ke Desa Peguyangan, sekitar lima kilometer di sebelah utara Denpasar. Mereka mendapat informasi para gerilyawan bersembunyi di desa ini. Pada 13 April 1946, tentara NICA mengepung Desa Peguyangan. Mereka menggiring penduduk supaya mauberkumpul di suatu tempat untuk diperiksa satuper satu. Untuk mencari barang bukti mereka menggeledah rumah-rumah penduduk. Mereka yang punya barang bukti ditangkap, dianiaya bahkan ada yang dibunuh. Sejumlah pemuda pejuang terkena tembak dan tewas dalam pengepungan itu. Sebagian besar lainnya, hanya ditangkap, digiring, lalu diinterogasi. Pada saat itu Desa Peguyangan dikurung dan diobrak-abrik dari dalam oleh pasukan NICA. Tentara NICA mendapat informasi bahwa para gerilyawan di desa ini dan para gerilyawan yang bersembunyi di sini adalah motor penggerak dari serangan tersebut. Hal itu tidak bisa ditutup-tutupi, karena beberapa hari sebelum peristiwa tersebut, sejumlah pentolan gerilyawan dari Denpasar seperti I Gusti Ngurah Kusuma Judha (dari Puri Kesiman, Denpasar), I Gusti Ngurah Pindha (dari Jro Den Kayu,Mengwi), Ida Bagus Djapa dan G. K Regigbersembunyi di desa ini. Di sini mereka mengaturstrategi serangan bersama dengan para pimpinan pejuang lokal di antaranya I Wayan Diarsa.

Setelah peristiwa itu pertempuran semakin meluas. Para pemuda melakukan perang gerilya yang dipimpinoleh I Gusti Ngurah Rai. Ketika NICA semakin sulit mengatasi perlawanan gerilya pimpinan I Gusti Ngurah Rai, pemerintah Belandamencoba memakai taktik perundingan. Dimana seorang pejabat senior Ministry of Overseas Teritories di Den Haag sampai turun tangan untuk menyelesaikan perang tersebut melalui perundingan dengan menggunakan Djelantik sebagai pintu masuknya. Djelantik adalah putra Raja Karangasem. Ia bersekolah di salah satu fakultas kedokteran di Belanda. Ia juga menikah dengan Astri, seorang gadis Belanda.

Gambar: Saksi Bisu Perang Puputan Pasukan I Gusti Ngurah Rai Melawan Penjajah.

Puncak pertempuran pun terjadi pada 20 November 1946. Terjadi Pertempuran Puputan Margarana. Belanda mulai nengadakan pengurungan terhadap Desa Marga. Peperangan terjadi di pagi hari yang mana terjadi tembak-menembak antara pasukan NICA dengan pasukan Ngurah Rai. Di dalam pertempuran yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan mundur sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan “Puputan” atau perang habis-habisan di Desa Margarana. (Rahmad Avendy)

Referensi

Pendit, N. S. (2008). Bali Berjuang. Denpasar:Pustaka Larasan

Wijaya, I. N. (2012). Menerobos Badai: BiografiIntelektual Prof. Dr. I Gusti Ngurah Bagus.Denpasar: Pustaka Larasan.

_______. (2018). Bening Embun PerjalananA.A. Made Djelantik: Putra Raja-Dokter-Budayawan. Denpasar: Pustaka Larasan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.